Berdirinya Palang Merah
di Indonesia sebenarnya sudah dimulai sejak masa sebelum Perang Dunia
Ke-II. Saat itu, tepatnya pada tanggal 21 Oktober 1873 Pemerintah Kolonial
Belanda mendirikan Palang Merah di Indonesia dengan nama Nederlands Rode
Kruis Afdeling Indie (Nerkai), yang kemudian dibubarkan pada saat
pendudukan Jepang.
Perjuangan untuk mendirikan Palang Merah Indonesia
sendiri diawali sekitar tahun 1932. Kegiatan tersebut dipelopori oleh Dr. RCL
Senduk dan Dr Bahder Djohan. Rencana tersebut mendapat dukungan luas terutama
dari kalangan terpelajar Indonesia. Mereka berusaha keras membawa rancangan
tersebut ke dalam sidang Konferensi Nerkai pada tahun 1940 walaupun akhirnya
ditolak mentah-mentah. Terpaksa rancangan itu disimpan untuk menunggu kesempatan
yang tepat. Seperti tak kenal menyerah, saat pendudukan Jepang, mereka kembali
mencoba untuk membentuk Badan Palang Merah Nasional, namun sekali lagi upaya
itu mendapat halangan dari Pemerintah Tentara Jepang sehingga untuk kedua
kalinya rancangan itu harus kembali disimpan.
Tujuh belas hari setelah proklamasi kemerdekaan 17
Agustus 1945, yaitu pada tanggal 3 September 1945, Presiden Soekarno
mengeluarkan perintah untuk membentuk suatu badan Palang Merah
Nasional. Atas perintah Presiden, maka Dr. Buntaran yang saat itu
menjabat sebagai Menteri Kesehatan Republik Indonesia Kabinet I, pada
tanggal 5 September 1945 membentuk Panitia 5 yang terdiri dari: dr R. Mochtar
(Ketua), dr. Bahder Djohan (Penulis), dan dr Djuhana; dr Marzuki; dr. Sitanala
(anggota).
Akhirnya Perhimpunan Palang Merah Indonesia berhasil
dibentuk pada 17 September 1945 dan merintis kegiatannya melalui bantuan korban
perang revolusi kemerdekaan Republik Indonesia dan pengembalian tawanan perang
sekutu maupun Jepang. Oleh karena kinerja tersebut, PMI mendapat pengakuan
secara Internasional pada tahun 1950 dengan menjadi anggota Palang Merah
Internasional dan disahkan keberadaannya secara nasional melalui Keppres No.25
tahun 1959 dan kemudian diperkuat dengan Keppres No.246 tahun 1963.
Kini jaringan kerja PMI tersebar di 30 Daerah Propinsi
/ Tk.I dan 323 cabang di daerah Tk.II serta dukungan operasional 165
unit Transfusi Darah di seluruh Indonesia.
PERAN DAN TUGAS PMI
Peran PMI adalah membantu pemerintah di bidang sosial
kemanusiaan, terutama tugas kepalangmerahan sebagaimana dipersyaratkan dalam
ketentuan Konvensi-Konvensi Jenewa 1949 yang telah diratifikasi oleh pemerintah
Republik Indonesia pada tahun 1958 melalui UU No 59.
Tugas Pokok PMI:
+ Kesiapsiagaan bantuan dan penanggulangan bencana
+ Pelatihan pertolongan pertama untuk sukarelawan
+ Pelayanan kesehatan dan kesejahteraan
masyarakat
+ Pelayanan transfusi darah ( sesuai dengan Peraturan
Pemerintah no 18 tahun 1980)
Dalam melaksanakan tugasnya PMI berlandaskan pada 7
(tujuh) prinsip dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah, yaitu
Kemanusiaan, Kesukarelaan, Kenetralan, Kesamaan, Kemandirian, Kesatuan dan
Kesemestaan.
DASAWARSA I 1945 -1954
Pada masa perang kemerdekaan RI, peranan PMI yang
menonjol adalah di bidang Pertolongan pertama, Pengungsian, Dapur Umum,
pencarian dan pengurusan repatriasi, bekerjasama dengan ICRC dan Palang Merah
Belanda untuk Romusha, Heiho , Tionghoa; anak-anak Indo Belanda dan 35.000
tawanan sipil Belanda dan para Hoakian yang kembali ke RRC. Sementara itu
diadakan pula pendidikan untuk para juru rawat yang akan dikirim ke
pos-pos P3K di daerah pertempuran. Saat itu sudah ada 40 cabang PMI di seluruh
Indonesia dan setiap cabang memiliki dua buah Pos P3K sebagai Tim Mobil
Collone. Rumah Sakit Umum Palang Merah di Bogor yang semula di
bawah pengelolaan Nerkai, pada tahun 1948 disumbangkan kepada PMI Cabang Bogor
dengan nama Rumah Sakit Kedunghalang dan sejak tahun 1951 dikelola menjadi
Rumah Sakit Umum PMI hingga sekarang.
PMI juga mulai menyelenggarakan kegiatan pelayanan
sumbangan darah yang masih terbatas di Jakarta dan beberapa kota besar seperti
Semarang, Medan, Surabaya dan Makasar dengan nama Dinas Dermawan Darah.
Dalam peristiwa pemberontakan RMS (Republik Maluku
Selatan), PMI bekerjasama dengan ICRC melaksanakan pelayanan kesehatan yang
dipimpin oleh Dr. Bahder Djohan dan BPH Bintara berupa Rumah Sakit terapung di
Ambon. Juga diadakan penyampaian berita keluarga yang hilang/ terpisah serta
mengunjungi tawanan.
PMI mulai mengembangkan kegiatan kepemudaan dengan
7.638 anggota remaja di 29 Cabang PMI. Bekerjasama dengan Yayasan Kesejahteraan
Guru, murid dan anak-anak sepakat membentuk unit PMR di sekolah-sekolah,
penerbitan majalah PMR, korespodensi, pertukaran album, lomba, pameran lukisan,
serta penyelenggaraan sanatoria (perawatan paru-paru untuk anak-anak).
DASAWARSA II 1955 - 1964
Akibat Pemberontakan PRRI di Sumatera Barat dan
Permesta di Sulawesi Utara, Markas Besar PMI mengirimkan kapal-kapal PMI ke
daerah tersebut untuk menjemput orang-orang asing di sana dan juga mengirimkan
4 tim medis ke Sumatera serta 6 tim ke Sulawesi Utara.
Setelah Presiden Soekarno mencetuskan Tri Komando
Rakyat (Trikora) untuk membebaskan Irian Barat pada tanggal 19 Desember 1961,
Pengurus Besar PMI memanggil Kesatuan Sukarela seluruh Cabang untuk siap siaga.
Kemudian terbentuklah Kesatuan Nasional yang terdiri dari 11 cabang yang telah
diseleksi. Sukarelawan Palang Merah yang ditugaskan sebagai perawat berjumlah
259 orang dan 770 orang sebagai cadangan.
Pada peristiwa Aru 15 Januari 1952, yaitu tenggelamnya
Kapal Perang RI Macan Tutul, sebanyak 55 orang awak kapal perang tersebut
menjadi tawanan Belanda sehingga atas permintaan Menteri/KSAL, PMI menghubungi
ICRC untuk menangani tawanan tersebut. Berkat usaha Sekjen PBB, pihak Belanda
menyetujui penyerahan awak kapal di Singapura.
Pada tahun 1963 ketika Gunung Agung di Bali meletus ,
PMI bersama Dinkes Angkatan Darat RI membantu penanggulangan para korban
bencana tersebut.
Ketika Tim Kesatuan Nasional PMI ke Kalimantan Barat
dalam rangka Dwikora (Dwi Komando Rakyat), telah dikirimkan Tim Kesehatan
Nasional untuk membantu Operasi TUMPAS di Sulawesi Selatan.
DASA WARSA III 1965-1975
Penerbitan Surat Keputusan mengenai Peraturan menteri
Kesehatan RI No.23 dan No.024 mengenai pengakuan Pemerintah RI untuk
pertamakali terhadap keberadaan Usaha Transfusi Darah (UTD) PMI.
Dalam peringatan HUT PMI ke-25 , 17 September 1970 ,
Pengurus Besar PMI mengeluarkan suatu medali khusus dan penghargaan kepada
perintis-perintis PMI, seperti: Drs. Moh. Hatta dan Prof. Dr. bahder Johan dan
Pengurus PMI Daerah/Cabang seluruh Indonesia.
Setahun kemudian ,1971 diresmikan berdirinya suatu
DAJR (Dinas Ambulance Jalan Raya) Jakarta - Bandung sebanyak 7 pos yang dipusatkan
di RSU-PMI Bogor. Ambilans yang digunakan adalah ambulance Falcon yang
dilengkapi personil, alat-alat pertolongan pertama, dan telepon radio.
DASAWARSA IV 1975 -1984
Kerjasama PMI-ICRC
PMI mulai berperan di Timor Timur bulan Agustus 1975
sejak mengalirnya pengungsi Timor Timur ke perbatasan Timor Barat di Atambua.
Operasi kemanusiaan di Dili dimulai bulan Desember 1975 atas permintaan PSTT
(Pemerintah Sementara Timor Timur). Kemudian kelak pada bulan Oktober tahun
1979 PMI bekerja sama dengan ICRC mulai membuka pos bantuan relief di 7
Kecamatan terpencil di Timor Timur.
Atas permintaan Pemerintah RI, PMI didukung UNHCR
membentu pengungsi Vietnam di Pulau Galang dalam bidang kesehatan dan
kesejahtraan social, antara lain dengan mendirikan RS Pulau Galang. PMI juga
mengadakan Tracing and Mail Service bekerjasama dengan ICRC.
Bencana Alam
Ketika gempa bumi melanda Bali Juli 1976 yang melanda
3 dari 5 kabupaten. PMI mengerahkan tenaga sukarela, membuka Dapur Umum dan
membantu perbaikan 500 buah rumah. Bekerjasama dengan tim medis dari Angkatan
Darat, memberikan pelayanan kesehatan makanan dan obat-obatan.
Di tahun yang sama gempa bumi melanda Kecamayan Kurima
dan Okbibab di Kabupaten Jayawijaya dengan kekuatan 6,8 Skala Richter.
PMI juga turun langsung membantu korban bencana
Galunggung tahun 1982 selama beberapa bulan
Transfusi Darah
Tahun 1978 Pengurus Pusat memberikan penghargaan Pin
Emas untuk pertamakalinya kepada donor darah sukarela 75 kali.
Ketentuan tentang tugas dan peran PMI dalam pelayanan
transfusi darah dikeluarkan oleh pemerintah melali Peraturan Pemerintah No.18
th 1980
DASAWARSA V 1984 - 1994
Setelah beberapa kali pindah dari Jl.Abdul Muis ke
beberapa lokasi, akhirnya kantor pusat PMI menetap di Jl.Jendral Gatot Subroto
Kav.96 yang diresmikan oleh Presiden Suharto pada tahun 1985.
Tracing and Mailing RRC-
RI
Selain pelayanan Tracing and Mailing Service (TMS)
untuk pengungsi di Pulau Galang, pada tahun 1987 TMS PMI mengurus kunjungan
keluarga dari RRC ke Indonesia yang pertama kalinya sejak hubungan diplomatik
kedua negara itu tahun 1967 terputus.
Di Jakarta, PMI ikut membantu para korban musibah
tabrakan kereta api Bintaro berupa pertolongan P3K, Transfusi Darah, TMS, serta
pemberian pakaian pantas di sejumlah RS di Jakarta tempat korban dirawat.
Bencana alam
PMI mengerahkan 700 orang KSR/PMR dan 8 tenaga dokter
untuk membantu korban banjir bandang di Semarang Jawa Tengah dan juga ikut
membantu korban Letusan Gunung Kelud Jawa Timur tahun 1990 dengan bantuan
pangan dan obat-obatan senilai Rp.8.583.400,-
Untuk turut menanggulangi bencana gempa bumi Tsunami
di Flores 12 Desember 1992, PMI membentuk Satgas KSR Serbaguna yang disebut
SATGAS MERPATI I.
Perang Teluk tahun 1991
Dengan pecahnya Perang Teluk, Pemerintah Indonesia
mempercayakan kepada PMI untuk memimpin pengiriman bantuan masyarakat Indonesia
dengan pesawat khusus ke Jordania, untuk korban Perang Teluk sebanyak dua kali.
Bantuan sandang, pangan, obat-obatan dan peralatan listrik yang diberikan
senilai 249 juta rupiah.
Uji Saring Darah HIV
Penyebaran virus HIV yang semakin meningkat mendorong
terbitnya Keputusan Menteri Kesehatan RI No.622/1992 tentang kewajiban
pemeriksaan virus HIV pada donor darah. Sejalan dengan itu, Depkes RI
memberikan bantuan reagensia untuk pemeriksaan virus HIV kepada PMI yang
diperuntukkan bagi segenap UTDC-PMI.
Temu Karya KSR
Pada bulan Juli 1992 diadakan Temu karya dan Lomba KSR
Tingkat Nasional di Lombok NTB diikuti pula oleh peserta dari Singapura,
Malaysia, Thailand, Korea Selatan dan Jepang.
DASAWARSA VI 1994 - 2004
Bencana Alam (Gempa Bumi)
Kembali pada tahun 1994 ,Pengurus Pusat membentuk Tim
SATGAS MERPATI II untuk membantu korban bencana Gempa Bumi di Liwa-Lampung
Barat dan Tsunami di Banyuwangi-Jawa Timur.
Juga pada tahun 1999, saat propinsi Bengkulu ditimpa
gempa berkekuatan 7,9 skala richter, PMI dengan dukungan fasilitas Federasi
Internasional dan Palang Merah Norwegia mendirikan rumah sakit lapangan
berkapasitas 150 bed menggantikan fungsi rumah sakit setempat yang rusak di
kota itu selama 10 bulan.
Gempa lainnya berskala 6,5 richter juga menimpa
Banggai di Sulawesi Tengah pada bulan Mei 2002, dan beberapa bulan kemudian
pada Juli 2000 gempa terjadi juga di 24 Kecamatan di Sukabumi dan Bogor.
Banjir
Akhir tahun 2000 banjir menimpa wilayah Aceh. Dengan
bantuan ICRC di Lhoksumawe, Tim PMI ikut turun tangan membersihkan jalan-jalan
dan fasilitas sosial lainnya dan memberikan bantuan 4000 paket bantuan alat
kebersihan. Pada periode yang sama, banjir juga melanda Gorontalo Sulawesi
Tengah yang mengakibatkan wilayah tersebut terutama di Kecamatan Ranoyapo
terisolir banjir.
Banjir Lumpur dikuti longsor juga melanda wilayah Jawa
Barat selama beberapa hari pada bulan Pebruari. Banjir bandang terjadi pula di
NTB. 1000 paket bantuan PMI dan 610 petromaks disumbangkan oleh Federasi
Internasional melalui PMI.
Awal Agustus 2001, banjir besar juga telah
menghancurkan 8 Kecamatan di Kabupaten Nias Sumetera Utara. PMI telah
mengirimkan obat-obatan dan bantuan paket keluarga berupa peralatan dapur,
kelambu nyamuk, pakaian, selimut dan gula untuk memenuhi kebutuhan darurat
sehari-hari di Nias.
Penanggulangan Bencana
Konflik
Suatu konflik vertikal telah berlangsung di Aceh sejak
Januari 2000, konflik horizontal di Poso Sulawesi Tengah pada 23 Mei 2000 dan
kerusuhan hebat di Maluku Utara pada 17 Mei 2001. Di Aceh PMI bekerjasama dengan
ICRC secara intensif melakukan kegiatan evakuasi korban luka dan mayat,
membagikan bantuan pangan, pelayanan kesehatan darurat serta penyampaian berita
keluarga. Sedangkan untuk Poso, PMI berkoordinasi dengan ICRC menyalurkan
bantuan 4000 paket keluarga diikuti bantuan dari RCTI berupa tikar, sarung,
handuk, jerigen, sabun mandi, sabun cuci dan pakaian yang diperuntukkan kepada
2000 orang.
Sedang untuk konflik yang terjadi di Maluku Utara, kembali PMI
bekerjasama dengan ICRC menyalurkan 5.655 paket bantuan keluarga kepada korban
disamping pelayanan kesehatan di Tobelo dan Galela. Bantuan tambahan sebanyak
4500 paket dan 2000 unit peralatan sekolah dan seragam dari Kedutaan Besar
Jepang. Di samping itu bantuan satu unit kendaraan juga telah dikirim ke Ternate
dari Jakarta untuk membantu operasional teknis lapangan.
CBFA- Tarakan dan Lampung
Proyek pengembangan kesehatan berbasis masyarakat
(CBFA) telah dimulai di Kalimantan Timur dan Tengah sejak Juni 2000. Bantuan
disponsori oleh Palang Merah Belanda dengan Fasilitas Federasi Internasional
bertujuan memperbaiki status kesehatan masyarakat di wilayah sasaran.
Dalam rangka menghadapi perkembangan masyarakat
Indonesia di masa depan yang semakin global dalam suasana yang semakin
demokratis maka PMI harus mempersiapkan diri sebaik-baiknya sebagai stakeholder
untuk ikut mengambil peran aktif di dalamnya.
Karena itu, PMI telah menetapkan misi dan visi dengan
tetap berpegang teguh pada prinsip-prinsip kepalangmerahan dan digariskan di
dalam garis-Garis Kebijakan PMI 2000 - 2004 :
A. Visi
PMI diakui secara luas sebagai organisasi kemanusiaan yang mampu menyediakan pelayanan kepalangmerahan yang efektif dan tepat waktu, terutama kepada mereka yang paling membutuhkan, dalam semangat kenetralan dan kemandirian.
PMI diakui secara luas sebagai organisasi kemanusiaan yang mampu menyediakan pelayanan kepalangmerahan yang efektif dan tepat waktu, terutama kepada mereka yang paling membutuhkan, dalam semangat kenetralan dan kemandirian.
B. Misi
1. Menyebarluaskan dan mengembangkan aplikasi
prinsip dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan sabit Merah serta Hukum
perikemanusiaan Internasional (HPI) dalam masyarakat Indonesia.
2. Melaksanakan pelayanan kepalangmerahan
yang bermutu dan tepat waktu, mencakup:
§
Bantuan
kemanusiaan dalam keadaan darurat
§
Pelayanan
sosial dan kesehatan masyarakat
§
Usaha
Kesehatan Transfusi Darah
3. Pembinaan Generasi Muda dalam
kepalangmerahan, kesehatan dan kesejahteraan.
4. Melakukan konsolidasi organisasi,
pembinaan potensi dan peningkatan potensi sumber daya manusia dan sumber dana
untuk menuju PMI yang efektif dan efiesien.
A. TUJUAN
Menyempurnakan organisasi dan tata laksana PMI di semua tingkatan untuk persiapan peningkatan kemandirian dan kenetralan PMI dalam 5 tahun ke depan.
Menyempurnakan organisasi dan tata laksana PMI di semua tingkatan untuk persiapan peningkatan kemandirian dan kenetralan PMI dalam 5 tahun ke depan.
B. PROGRAM 2002
1. Melanjutkan upaya akurasi data kapasitas
organisasi daerah dan cabang dari hasil respon kuistioner yang diberikan Daerah
dan Cabang dan Laporan Persemester atau Tahunan.
2. Menyusun pola standar Orientasi
Kepalangmerahan dan implementasi manajemen PMI bagi pengurus.
3. Memberikan arahan kepada Daerah untuk
mengaktifkan fungsinya melalui:
§
Pengamatan
aktif, advokasi dan membantu implementasi AD/ART, khususnya di dalam MUSDA dan
MUKERDA.
§
Lokakarya
Manajemen dan Organisasi bagi daerah dan beberapa cabang terpilih.
§
Orientasi
kepalangmerahan dan manajemen organisasi untuk daerah dan cabang-cabang yang
dimiliki.
§
Membina
Rencana Strategis Pengembangan Organisasi melalui kinerja tim OD
§
Lokakarya
bagi pengembangan fungsi markas pusat bagi Kepala Unit Daerah (KAMADA)
§
Melanjutkan
pemberian bantuan kepada korban gempa bumi di Bengkulu, dengan pilot program OD
di PMI Bengkulu, untuk mendukung implementasi program CBFA, water and
sanitation in Bengkulu.
4. Memantapkan persiapan untuk MUKERNAS tahun
2002
5. Menerbitkan perangkat lunak bagi
pengembangan manajemen dan organisasi seperti Petunjuk Bagi Pengurus PMI.
Kapasitas Organisasi PMI per April 2002
Jumlah Daerah : 30 daerah
Jumlah Cabang : 323 cabang
Jumlah Ranting : 450 ranting
Jumlah KSR : 28.554 orang
Jumlah TSR : 22.347 orang
Jumlah PMR : 70.127 orang
0 komentar: